Sabtu, 16 April 2011

INTEGRASI IMAN DALAM ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI


Integrasi artinya satu kesatuan yang utuh, tidak terpecah belah dan cerai berai. Integrasi meliputi keutuhlengkapan anggota-anggota yang membentuk suatu kesatuan dan jalinan hubungan yang erat, harmonis dan mesra antara anggota-anggota kesatuan itu.
Kehidupan manusia yang hanya mengutamakan materi dan tergantung pada intelektualitasnya, sesungguhnya hampa tanpa makna. Kehidupan duniawi tidak dapat dipisahkan dari spiritualitas, kehidupan lahir tidak dapat diceraikan dari kehidupan batin, kemajuan pada satu aspek tidak bias mengabaikan aspek yang lain.
Realitas kekinian menunjukkan keresahan akibat terpisahnya iman dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagian orang barat mulai cemas melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menafikan spiritualitas. Mereka khawatir kalau perkembanganyang sekarang ini berlangsung terus, akan membawa kehancuran bagi diri mereka sendiri. Beginilah kegoncangan yang sedang menimpa suatu masyarakat dan kehidupan yang sekuler.
Menanggapi hal tersebut, Islam menawarkan solusi yang tuntas. Islam tidak membedakan antara spiritualitas dengan kehidupan dunia. Keduanya saling terkait dan membutuhkan.
Dalam ajaran Islam, iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh, yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Iman diumpamakan akar dari sebuah pohon yang menompang tegaknya ajaran Islam. Ilmu bagaikan batang dan dahan pohon itu yang mengeluarkan cabang-cabang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Sedangkan amal ibarat buah dari pohon iptek yang dikembangkan di atas nilai-nilai iman dan takwa, yang akan menghasilkan amal shaleh, bukan kerusakan alam. Satu pepatah arab yang sangat indah mengatakan, “Ilmu tanpa iman bagaikan pohon yang tiada berbuah.”
Perbuatan baik orang Islam tidak akan bernilai amal shaleh, apabila tidak didasari nilai-nilai iman dan taqwa. Sama halnya dengan  pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak bernilai ibadah serta tidak akan menghasilkan kemaslahatan bagi umat manusia dan lingkungannya bila tidak dikembangkan atas dasar nilai-nilai iman.
Dengan demikian, integrasi antara iman, ilmu pengetahuan dan amal shaleh adalah ajaran Islam fundamental. Tidak dikenal pertentangan antara iman, ilmu pengetahuan dan amal shaleh. Iman dan ibadah adalah wahyu dari Allah, sedangkan ilmu pengetahuan bersumber dari Allah yang diperoleh manusia melalui penelitian dan penyelidikan terhadap alam semesta ciptaan Allah. Adapun amal shaleh merupakan perpaduan antara iman dan ilmu pengetahuan.

PERHATIAN ISLAM TERHADAP ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI


Ilmu pengetahuan memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia. Allah SWT telah menunjukkan kelebihan Adam AS sebagai manusia pertama dibandingkan dengan makhluk lain tentang kemampuannya menguasai ilmu pengetahuan. Ini dibuktikan ketika Adam AS mampu menyebutkan berbagai nama benda – benda secara lengkap, sedangkan para malaikat tidak mampu melakukannya.
            Bahkan wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW juga berisi perintah mencari ilmu. Padahal, Nabi Muhammad SAW hidup di lingkungan masyarakat yang tidak menghargai budaya baca tulis, sehingga beliau pun dikatakan ummi, alias tidak bias membaca dan menulis.
            Di samping itu, dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat dalam bentuk yang bervariasi menyuruh manusia untuk menggunakan akalnya dengan baik, memeikirkan alam disekelilingnya, mengingat dan menyebut penciptanya yaitu Allah SWT.
            Di dalam Al Qur’an, juga terdapat sejumlah kata yang merujuk pada Upaya mencari ilmu dalam jumlah yang sangat banyak, yakni : nadzara (berfikir, merenungkan) ; 30 ayat lebih, tadabbara (merenungkan), tafakkara (berfikir) ; 16 ayat, faqiha (mengerti) ; 16 ayat, tadzakkara (memperhatikan, mengingat) ; lebih dari 40 ayat, dan kata yang berakar dari akala (berfikir, mengerti) ; 45 ayat lebih.
            Tidak hanya dalam Al – Qur’an dapat ditemukan penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan, dalam berbagai kesempatan, Nabi Muhammad SAW menunjukkan urgensi ilmu pengetahuan bagi umat Islam melalui sabda dan perilaku beliau.
            Sejarah Islam juga menyebutkan bahwa saat umat Islam meraih kemenangan dalam perang Badar (perang pertama antara umat Islam dengan kaum kafir), umat Islam mendapatkan banyak tawanan. Uniknya, para tawanan tersebut bias bebas bila mereka mengajarkan baca – tulis pada umat Islam. Sebuah kebijakan yang sungguh tidak lazim bagi masyarakat Arab saat itu.

Seni dalam Islam


Apakah  keindahan itu kualitas objektik dari suatu benda ataukah hanya subjektif dari seseorang saja ?
Sehubungan dengan pertanyaan itu, Rasjidi(1997) mengatakan bahwa teori objektif dan teori subjektif adalah dua hal yang berbeda. Teori objektik mengatakan bahwa keindahan adalah sifat yang telah melekat pada benda yang bersangkutan, yang terlepas dari orang yang mengamatinya. Sedangkan teori subjektif mengatakan bahwa cirri-ciri yang menciptakan keindahan pada suatu benda sesungguhnya tidak ad, yang ad hanyalah tanggapan dalam perasaan dalam diri seseorang.
Ukuran tentang nilai-nilai seni atau estetis dalam islam harus mempertimbangkan moral dan aqidah islam. Seni dikatakan indah baik secara objektif maupun subjektif, namun keindahan itu haruslah tidak bertentangan dari ajaran islam.
Dari situ dapat disimpulkan bahwa seni dalam islam adalah hasil ungkapan atau ekpresi rasa mengenai sesuatu benda atau karya yang sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran islam.
Pandangan beberapa ulama tentang hokum seni, antara lain :
  1. Ulama-ulama Syafi’iyah menyatakan bahwa seni itu boleh(mubah)apalagi jika pada suatu perayaan yang menunjukan kegembiraan.
  2. Al-ghazali mengutip Imam syafi’I bahwa haram apabila nyanyian-nyanyian(seni) tersebut bercampur hal-hal yang berbau syara’.
  3. Ulama Hanfiyah mengatakan bahwa nyanyian yang diharamkan itu jika didalamnya mengandung kata-kata yang tidak abik(tidak sopan).
  4. Ulama Malikiyah mengatakan bahwa alat-alat permainan yang digunakan untuk memeriahkan pesta perkaiwan itu hukumnya boleh.
  5. Ulama Hambaliyah mengatakan bahwa tidak boleh menggunakan alat-alat musik seperti gambus, seruling, gendang, rebana, dll. Namun sunah hukumnya untuk melagukan ayat-ayat al-Qur’an, tanpa mengubah hokum bacaannya.
  6. Ibnu Al-Namawi mengatakan bahwa para sahabat nabi mebolehkan menyanyi.