Sabtu, 26 Maret 2011

METODE ILMIAH


Metode ilmiah boleh dikatakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Karena itu, penelitian dan metode ilmiah mempunyai hubungan yang dekat sekali, jika tidak dikatakan sama. Dengan adanya metode ilmiah, pertanyaan-pertanyaan dalam mencari dalil umum akan mudah terjawab, seperti menjawab seberapa jauh, mengapa begitu, apakah benar, dan sebagainya.
Menurut Almadk (1939), ”Metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran.” Sedangkan Ostle (1975) berpendapat, “Metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.”
Metode ilmiah dalam meneliti mempunyai kriteria seperti di bawah ini:
  • Kriteria
1. Berdasarkan fakta
2. Bebas dari prasangka (bias)
3. Menggunakan prinsip-prinsip analisa
4. Menggunakan hipotesa
5. Menggunakan ukuran objektif
6. Menggunakan teknik kuantifikasi  

  • Penjelasan :
1. Berdasarkan Fakta
Keterangan-keterangan yang ingin diperoleh dalam penelitian, baik yang akan dikumpulkan dan yang dianalisa haruslah berdasarkan fakta-fakta yang nyata. Janganlah penemuan atau pembuktian didasar-kan pada daya khayal, kira-kira, legenda-legenda atau kegiatan sejenis.



2. Bebas dari Prasangka
Metode ilmiah harus mempunyai sifat bebas prasangka, bersih dan jauh dari pertimbangan subjektif. Menggunakan suatu fakta haruslah dengan alasan dan bukti yang lengkap dan dengan pembuktian yang objektif.
3. Menggunakan Prinsip Analisa
Dalam memahami serta member! arti terhadap fenomena yang kompleks, harus digunakan prinsip analisa. Semua masalah harus dicari sebab-musabab serta pemecahannya dengan menggunakan analisa yang logis, Fakta yang mendukung tidaklah dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat deskripsinya saja. Tetapi semua kejadian harus dicari sebab-akibat dengan menggunakan analisa yang tajam.
4. Menggunakan Hipotesa
Dalam metode ilmiah, peneliti harus dituntun dalam proses berpikir dengan menggunakan analisa. Hipotesa harus ada untuk mengonggokkan persoalan serta memadu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin dicapai sehingga hasil yang ingin diperoleh akan mengenai sasaran dengan tepat. Hipotesa merupakan pegangan yang khas dalam menuntun jalan pikiran peneliti.
5. Menggunakan Ukuran Obyektif
Kerja penelitian dan analisa harus dinyatakan dengan ukuran yang objektif. Ukuran tidak boleh dengan merasa-rasa atau menuruti hati nurani. Pertimbangan-pertimbangan harus dibuat secara objektif dan dengan menggunakan pikiran yang waras.
6. Menggunakan Teknik Kuantifikasi
Dalam memperlakukan data ukuran kuantitatif yang lazim harus digunakan, kecuali untuk artibut-artibut yang tidak dapat dikuantifikasikan Ukuran-ukuran seperti ton, mm, per detik, ohm, kilogram, dan sebagainya harus selalu digunakan Jauhi ukuran-ukuran seperti: sejauh mata memandang, sehitam aspal, sejauh sebatang rokok, dan sebagai?nya Kuantifikasi yang termudah adalah dengan menggunakan ukuran nominal, ranking dan rating

  • Beberapa catatan tentang metode ilmiah:
1)Langkah-langkah dalam metode ilmiah saling berkaitan
2)Dasarnya sama bagi disiplin keilmuan
3)Khusus untuk kelompok ilmu
4)Tujuan hanya kebenaran yang obyektif dan sementara
LANGKAH-LANGKAH OPERASIONAL
Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode ilmiah harus mengikuti langkah-langkah tertentu. Berikut langkah-langkah yang diambil oleh beberapa ahli dalam mereka melaksanakan penelitian.
  • Schluter (1926) memberikan 15 langkah dalam melaksanakan penelitian dengan metode ilmiah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Pemilihan bidang, topik atau judul penelitian.
2.    Mengadakan survei lapangan untuk merumuskan masalah-malalah yang ingin dipecahkan.
3.    Membangun sebuah bibliografi.
4.    Memformulasikan dan mendefinisikan masalah.
5.    Membeda-bedakan dan membuat out-line dari unsur-unsur permasalahan.
6.    Mengklasifikasikan unsur-unsur dalam masalah menurut hu-bungannya dengan data atau bukti, baik langsung ataupun tidak langsung.
7.    Menentukan data atau bukti mana yang dikehendaki sesuai dengan pokok-pokok dasar dalam masalah.
8.    Menentukan apakah data atau bukti yang dipertukan tersedia atau tidak.
9.    Menguji untuk diketahui apakah masalah dapat dipecahkan atau tidak.
10. Mengumpulkan data dan keterangan yang diperlukan.
11. Mengatur data secara sistematis untuk dianalisa.
12. Menganalisa data dan bukti yang diperoleh untuk membuat interpretasi.
13. Mengatur data untuk persentase dan penampilan.
14. Menggunakan citasi, referensi dan footnote (catatan kaki).
15. Menulis laporan penelitian.
  • Dalam  melaksanakan penelitian secara ilmiah. Abelson (1933) mcmberikan langkah-langkah berikut:
1.        Tentukan judul.
 Judul dinyatakan secara singkat
2.    Pemilihan masalah. Dalam pemilihan ini harus:
a). Nyatakan apa yang disarankan oleh judul.
b). Berikan alasan terhadap pemilihan tersebut. Nyatakan perlunya diselidiki masalah menurut kepentingan umum.
c). Sebutkan ruang lingkup penelitian. Secara singkat jelaskan materi. situasi dan hal-hal lain yang menyangkut bidang yang akan diteliti.
3.    Pemecahan masalah. Dalam memecahkan masalah harus diikuti hal-hal berikut:
a). Analisa harus logis. Aturlah bukti dalam bnntuk yang sistematis dan logis. Demikian juga halnya unsur-unsur yang dapat memecahkan masalah.
b). Proscdur penelitian yang digunakan harus dinyatakan secara singkat.
c). Urutkan data, fakta dan keterangan-keterangan khas yang diperlukan
d).             Harus dinyatakan bagaimana set dari data diperoleh termasuk referensi yang digunakan.
e). Tunjukkan cara data dilola sampai mempunyai arti dalam memecahkan masalah.
f). Urutkan asumsi-asumsi yang digunakan serta luibungannya dalam berbagai fase penelitian.
4.    Kesimpulan
a). Berikan kesimpulan dari hipotesa. Nyatakan dua atau tiga kesimpulan yang mungkin diperoleh.
b). Berikan implikasi dari kesimpulan. Jelaskan beberapa implikasi dari produk hipotesa dengan memberikan beberapa inferensi.
5.    Berikan studi-studi sebelumnya yang pernah dikerjakan yang berhubungan dengan masalah.
  • Dari pedoman beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian dengan menggunakan metode ilmiah sckurang-kurangnya dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Merumuskan serta mendefinisikan masalah
Langkah pertama dalam meneliti adalah menetapkan masalah yang akan dipecahkan. Untuk menghilangkan keragu-raguan, masalah tersebut didefinisikan secara jelas. Sampai ke mana luas masalah yang akan dipecahkan. Sebutkan beberapa kata kunci (key words) yang terdapat dalam masalah. Misalnya, masalah yang dipilih adalah “Bagaimana pengaruh mekanisasi terhadap pendapatan usaha tani di Aceh?”
2. Mengadakan studi kepustakaan
Setelah masalah dirumuskan, langkah kedua yang dilakukan dalam mencari data yang tersedia yang pernah ditulis peneliti sebelumnya yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin dipecahkan. Kerja mencari bahan di perpustakaan merupakan hal yang tak dapat dihindarkan olch seorang peneliti. Ada kalanya. perumusan masalah dan studi keputusan dapat dikerjakan secara bersamaan.
3. Memformulasikan hipotesa
Setelah diperoleh informasi mengenai hasil penelitian ahli lain yang ada sangkut-pautnya dengan masalah yang ingin dipecahkan, maka tiba saatnya peneliti memformulasikan hipotesa-hipotesa untuk penelitian. Hipotesa tidak lain dari kesimpulan sementara tentang hubungan sangkut-paut antarvariabel atau fenomena dalam penelitian. Hipotesa merupakan kesimpulan tentatif yang diterima secara sementara sebelum diuji.
4. Menentukan model untuk menguji hipotesa
Setelah hipotesa-hipotesa ditetapkan, kerja selanjutnya adalah merumuskan cara-cara untuk menguji hipotesa tersebut. Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih berkembang seperti ilmu ekonomi  misalnva  pengujian  hipotesa  didasarkan   pada  kerangka  analisa  (analytical framework) yang telah ditetapkan. Model matematis dapat juga dibuat untuk mengrefleksikan hubungan antarfenomena yang secara implisif terdapat dalam hipotesa untuk diuji dengan teknik statistik yang tersedia.
Pcngujian hipotesa menghendaki data yang dikumpulkan untuk keperluan tersebut. Data tersebut bisa saja data prime ataupun data sekunder yang akan dikumpulkan oleh peneliti.
5. Mengumpulkan data
Peneliti memerlukan data untuk menguji hipotesa. Data tersebut yang merupakan fakta yang digunakan untuk menguji hipotesa perlu dikumpulkan. Bergantung dan masalah yang dipilih serta metode penelitian yang akan digunakan. teknik pengumpulan data akan berbeda-beda.
Jika penelitian menggunakan metode percobaan misalnya data diperoleh dan plot-plot percobaan yang dibuat sendiri oleh peneliti. Pada metode sejarah ataupun survei normal, data diperoleh dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada responden baik secara langsung ataupun dengan menggunakan questioner. Ada kalanya data adalah hasil pengamatan langsung terhadap perilaku manusia di mana peneliti secara partisipatif berada dalam kelompok orang-orang yang diselidikinya.
6. Menyusun, Menganalisa, dan Menyusun interfensi
Setelah data terkumpul, peneliti menyusun data untuk mengadakan analisa Sebelum analisa dilakukan data tersebut disusun lebih dahulu untuk mempermudah analisa. Penyusunan data dapat dalam bentuk label ataupun membuat coding untuk analisa dengan komputer. Sesudah data dianalisa. maka perlu diberikan tafsiran atau interpretasi terhadap data tersebut.
7. Membuat generalisasi dan kesimpulan
Setelah tafsiran diberikan, maka peneliti membuat generalisasi dari penemuan-penemuan, dan selanjutnya memberikan beberapa kesimpulan. Kesimpulan dan generalisasi ini harus berkaitan dengan hipotesa. Apakah hipotesa benar untuk diterima. ataukah hipotesa tersebut ditolak.
8. Membuat laporan ilmiah
Langkah terakhir dari suatu penelitian ilmiah adalah membuat laporan ilmiah tentang hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut. Penulisan secara ilmiah mempunyai teknik tersendiri.
  • Sebagai langkah pemecahan atau prosedur ilmiah dapat dirinci sebagai berikut :
1.  Penginderaan
            Penginderaan merupakan langkah pertama metode ilmiah dan segala sesuatu yang tidak dapat diindera, maka dapat diselidiki oleh ilmu alamiah walaupun penginderaan tidak selalu langsung.  Misalnya, mengenai magnetisme dan inti atom yang tidak dapat kita indera secara langsung, tetapi efek-efeknya dapat ditunjukkan melalui alat-alat.  Seperti halnya pikiran, tidak dapat kita indera secara langsung, tetapi efeknya dapat ditunjukkan dalam bentuk tingkah laku.
           Agar penginderaan tepat dan benar, maka perlu pengulangan, dan pengulangan  itu dapat dilakukan juga oleh orang lain.  Penginderaan yang tepat adalah sulit, memerlukan waktu yang lama, dan setelah dicoba berkali-kali sering mengalami kegagalan.  Sedangkan untuk meminimalkan subjektivitas penginderaan, seringkali pengamatan  menggunakan instrument standar.  Contohnya, untuk mengetahui suhu air, tidak cukup dengan kulit/tangan, tetapi perlu dibantu dengan thermometer.


2. Masalah atau Problem
            Setelah penginderaan dan perenungan dilakukan, langkah kedua adalah menemukan masalah.  Dengan kata lain, membuat pertanyaan : apakah yang ditemukan melalui penginderaan itu?  Mengapa begitu? Bagaimana hal itu terjadi? Dan seterusnya. 
Secara umum, untuk menemukan masalah digunakan pertanyaan “Bagaimana?” atau “Apa.?”  Pertanyaan “Mengapa?” menimbulkan kesukaran, dan sering diganti “Bagaimana?” atau “Apa?”  Pertanyaan “Mengapa alam itu ada?” termasuk kategori yang tidak dapat diuji sehingga hal tersebut tidak termasuk bidang ilmua alamiah.
3.  Hipotesis
            Pertanyaan yang tepat akan melahirkan suatu jawaban dan jawaban itu bersifat sementara yang merupakan suatu dugaan.  Dalam ilmu alamiah dugaan sementara itu disebut hipotesis.  Untuk membuktikan apakah dugaan itu benar atau tidak, diperlukan fakta atau data.  Fakta itu dapat dikumpulkan melalui survey atau eksperimen.  Bila data tidak mendukung hipotesis, harus disusun hipotesis baru.
            Hipotesis, kecuali didukung oleh data, agar mudah dibuktikan harus bersifat sederhana dan memiliki jangkauan yang jauh.  Keadaan yang ideal untuk membuktikan kebenaran hipotesis adalah melalui pengujian dengan eksperimen.
4.  Eksperimen
            Eksperimen atau percobaan merupakan langkah ilmiah keempat.  Pada titik ini, ilmu alamiah dan non ilmu alamiah.dapat dipisahkan secara sempurna.
            Sebagian besar orang mengadakan penginderaan, menyusun pertanyaan, dan menduga jawabannya.  Namun orang biasa akan berhenti sampai disitu saja.  Sebaliknya, seorang ilmuwan tidak akan berhenti sampai di situ, tetapi akan meneruskan pertanyaan, “Mana buktinya?”  Dalam sejarah, cara demikian merupakan suatu cara untuk menghilangkan pendapat umum yang emosional, tidak didukung oleh bukti, merupakan ilusi dan tidak bijaksana.  Eksperimen dapat menunjukkan bukti, sehingga jawaban yang bersifat dugaan itu menjadi jawaban yang benar atau ilmiah.  Eksperimen yang baik harus dirancang dengan seksama sehingga semua faktor dapat dikendalikan dan hipotesis dapat diuji kebenarannya.  
5.  Teori
            Bukti eksperimen merupakan dasar langkah ilmiah berikutnya, yaitu teori.  Apabila suatu hipotesis telah didukung oleh bukti atau data yang meyakinkan dan bukti itu diperoleh dari berbagai eksperimen yang dilakukan di laboratorium, dimana eksperimen  itu   dilakukan oleh berbagai peneliti dan bukti-bukti menunjukkan hal yang dipercaya dan valid, walaupun dengan keterbatasan tertentu, maka disusun suatu teori.
            Beberapa teori menunjukkan validitas yang umum sehingga memiliki rangkuman yang tinggi, maka teori itu menjadi hokum alam.  Hukum gravitasi juga ditemukan dari penginderaan semacam itu, yakni peristiwa jatuhnya buah apel ke bawah oleh Newton.  Berdasarkan hukum gravitasi itulah manusia dapat meninggalkan bumi dengan roket menuju ke benda-benda angkasa lainnya.
IPA KLASIK DAN IPA MODERN
Mulanya berkembang sangat lambat (abad 15-16)Lebih pesat setelah Copernicus yang kemudian diperkuat Galileo (konsep geosentris konsep heliosentris), dikenal sebagai permulaan abad ilmu pengetahuan modern (kebenaran berdasarkan induksi).
Perkembangan IPA sangat pesat terjadi setelah diperkenalkannya konsep fisika kuantum dan relativtas pada awal abad ke-20.  Konsep “modern” ini mempengaruhi konsep IPA keseluruhan sehingga dalam beberapa hal perlu dilakukan revisi dan penyesuaian konsepsi ilmu pengetahuan ke arah pemikiran modern.  Dengan demikian terdapat dua konsep IPA, yaitu IPA klasik yang telaahannya bersifat makroskopik, dan IPA modern yang bersifat mikroskopik. 
Dengan demikian penggolongan IPA “klasik” dan IPA “modern” sama sekali sekali bukan berkaitan dengan waktu maupun klasifikasi bidang ilmu.  Penggolongan ini lebih mengacu kepada konsepsi yaitu cara berpikir, cara memandang, dan cara menganalisis suatu fenomena alam.  Perkembangan ilmu yang sangat besar akhir-akhir ini sangat ditunjang oleh perkembangan ilmu maupun perangkat computer yang semakin cepat dan canggih.
            Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkembang sesuai dengan zamannya, dimulai dengan pendekatan “pseudo science,” rasionalisme, sampai pendekatan ilmiah terkini. Perkembangannya sangat lambat, agak sedikit  cepat setelah abad pertengahan, dimulai dengan penemuan yang liberal dari Copernicus tentang heliosentris, dan sangat pesat mulai abad ke-20 dengan ditemukannya teori kuantum dan relativitas yang mengubah konsepsi ilmu pengetahuan ke arah lebih mikroskopik.  Perkembangan ilmu yang sangat pesat ini sangat ditunjang oleh perangkat penelitian maupun perangkat komputer yang semakin canggih.
Segala kebenaran yang terkandung dalam ilmu alamiah terletak pada metode ilmiah.  Kelebihan dan kekurangan ilmu alamiah ditentukan oleh metode ilmiah, maka pemecahan segala masalah yang tidak dapat diterapkan metode ilmiah, tidaklah ilmiah.  Sebagai langkah pemecahan atau prosedur ilmiah adalah penginderaan, masalah atau problem, hipotesis, eksperimen dan teori.  Beberapa teori menunjukkan validitas yang umum sehingga memiliki rangkuman yang tinggi, maka teori itu menjadi hukum alam.
           
Konsepsi tentang IPA klasik dan IPA modern tidak bertitik tolak dari waktu penemuannya  tetapi berdasarkan konsepsi cara berpikir, cara memandang, dan cara menganalisis suatu fenomena alam.           
Perkembangan ilmu pengetahuan dimulai dengan tanpa pembedaan, dilanjutkan menjadi IPA, IPS dan Budaya.  Perkembangan yang semakin pesat menyebabkan IPA diklasifikasikan menjadi berbagai disiplin ilmu, dilanjutkan dengan sub-disiplin ilmu dan diteruskan menjadi bagian yang sangat fokus (spesialisasi).  Sejalan dengan itu juga muncul ilmu multidiplin baru sebagai lanjutan dari munculnya fenomena baru yang tidak mungkin ditelaah hanya dari satu disiplin ilmu saja.
 Perbedaan IPA klasik dan modern:
  • IPA klasik : Prose IPA yang menggunakan metode keilmuan diaman peranan teori dan eksperimen saling melengkapi dan memperkuat.
Cirinya : lebih mendahulukan eksperimen dari teori, mendiskkripsikan gejala-gejala alam, penekanannya secara kulaitatif sehingga hasil yang ditunjukkan kuantitatif. IPA klasik dengan telaahan bersifat Makroskopik.
IPA modern : proses metode keilmuan yang lebih menekankan teori dari pada eksprimen/praktek.
Cirinya : hukum sebab akibat memberikan kepastian mutlak, bersifat detemernistik mulai ditinggalkan, mendekati kebenaran mutlak dari gejala yang dipermasalahkan. IPA modern dengan telaahan bersifat Mikroskopik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar